Mempolitisir Masyarakat Adat Merusak Tatanan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat masih dalam tahap pembahasan di Badan Legislasi DPR RI. Masalah yang menjadi perhatian dalam Rancangan Undang-Undang ini adalah perlindungan pada kepentingan masyarakat adat.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo mengatakan, pernah ditemukan kasus, kelompok kepentingan yang mengatasnamakan masarakat adat setempat demi mengeksploitasi kekayaan alam yang ada. Selain itu juga sering masyarakat adat dimanfaatkan demi kepentingan politik sesaat, yang bisa merugikan tradisi dan adat yang ada.
"Karena ada kepentingan yakni kelompok-kelompok tertentu. Kemudian mengatasnamakan bahwa dia dari daerah setempat, dan mengaku dia masyarakat adat. Kemudian dia mendapat surat keputusan dari daerah, lalu diakui. Padahal untuk memobilisasi masa, untuk kepentingan politik tertentu di pilkada dan sebagainya. Ini merusak tatanan dari masyarakat adat, hal seperti ini harus kita antisipasi," ungkap Firman saat rapat dengan Aliansi Masyarakat Adat (AMAN), di ruang rapat Baleg, Gedung Nusantara I, Senayan, Selasa (12/9/2017) sore.
Ia menambahkan, RUU tentang Masyarakat Adat ini merupakan upaya negara memberikan kepastian hukum pada hak-hak warga negara. Karena sering kali, masyarakat adat dikalahkan dalam proses hukum, ini disebabkan tradisi masyarakat adat belum memiliki payung hukum. "Karena agar bisa memberikan sebuah kepastian hukum kepada warga masyarakat adat. Sekarang ini kan masyarakat adat selalu dikalahkan dalam proses hukum," ujar Firman.
Disisi lain RUU ini juga berusaha mengatasi masalah sengketa tanah yang sering muncul dalam masyarakat adat. Anggota Baleg Khatibul Umam Wiranu menekankan hal tersebut. "Pada titik akhir adalah soal tanah. Perlindungan pada hukum adat adalah, kalau saya 90 persen adalah perlindungan terhadap tanah adat," papar Umam. (eko/sc) foto: runi/hr